asap rokok(google.com)
Hampir 70 persen pria dewasa di Indonesia adalah perokok,
hal ini diperparah dengan kondisi dimana anak-anak usia remaja perokok
dari 13-17 tahun semakin meningkat. Di era tahun 60 an, Amerika
mencanangkan slogan nya sebagai surga rokok dengan tagline nya “Come to
the Marlboro Country”. Ya, di era itu Amerika memang Marlboro
Country.Namun apa yang kita lihat sekarang, Indonesia lah The New Marlboro Country.
Satu dekade terakhir ini, Amerika gencar sekali meng kampanye kan
anti rokok, baik melalui edukasi usia dini maupun dengan menaikkan
pajak dan harga rokok yang tinggi. Sementara itu di negara kita, cukup
mudah sekali untuk mendapatkan sebatang rokok, bahkan anak kecil sekali
pun bisa membeli nya di warung eceran.
Fenomena balita perokok pun sering sekali bermunculan, miris memang.
Peran lingkungan dan keluarga sangat besar disini, harusnya keluarga
dan lingkungan lah yang bertanggung jawab terhadap perilaku
balita-balita itu.
Adalah langkah Phillip Morris beberapa tahun lalu yang membeli
kepemilikan saham HM Sampoerna senilai 40 trilyun rupiah lebih yang
menandakan era Indonesia sebagai Marlboro Country semakin menancap.
Setelah terseok-seok di Amerika, mau tidak mau Phillip Morris harus
bekerja keras mencari ladang baru bagi mesin-mesin koboy nya, dan
Indonesia menjadi pilihannya.
Masuknya Phillip Morris semakin meramaikan persaingan di industri
rokok tanah air, raksasa seperti Djarum dan Gudang Garam pun tidak akan
tinggal diam. Semuanya semakin berlomba-lomba untuk membujuk perokok
untuk menggunakan produk mereka. Event-event pun digelar untuk semakin
menancapkan awareness mereka di masyarakat, meskipun sering kali yang
didasar adalah pria dewasa, namun tidak dapat dipungkiri bahwa mereka
juga menyasar pasar “young adult” atau mereka yang bisa dikatakan
pemula dalam dunia rokok. Bayangkan, event olahraha nomor satu di tanah
air kita, sepakbola, juga disokong penuh oleh perusahaan rokok, sangat
kontras dengan negara lain.
Tidak bisa dipungkiri lagi hasil cukai dari rokok pun sangat dinanti
oleh pemerintah kita. Dari data ditjen Bea dan Cukai tahun 2011, pendapatan dari rokok
mencapai Rp 65 trilliun, wow. Jumlah ini hampir memenuhi target cukai
rokok yang sebesar Rp 68,7 trilliun di tahun yang sama. Di satu sisi
pemerintah menaikkan cukai rokok agar harga rokok semakin mahal dan
akhirnya masyarakat akan berpikir untuke membelinya, namun di satu sisi
pemerintah juga berharap mendapat pemasukan yang sangat banyak dari
cukai rokok.
Pelarangan merokok di tempat umum mulai digalakkan, namun masyarakat
kita juga masih sulit untuk mengikuti larangan itu. Rokok sudah
mendarah daging di tanah air, harga berapa pun rokok pasti dibeli,
rokok sudah menjadi candu, bahkan melebihi kebutuhan pokok. Entah
sampai kapan negara kita menjadi Surga bagi para perokok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar