JANGAN LUPA DILIKE FACEBOOKNYA YA
(Gudang Ilmu Pengetahuan)
DAN JANGAN LUPA KUNJUNGI SAYA DI
FACEBOOK : Fherry Pramana
TWITTER : Fherry_Pramana
LAPORAN
LENGKAP PRAKTIKUM MATA KULIAH
ENTOMOLOGI
DAN FITOPATOLOGI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Mata Kuliah
Entomologi
dan Fitopatologi
Oleh
I WAYAN PERRY PRAMANA
E 281 10 015
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2012
HALAMAN
PENGESAHAN
Judul :
Laporan
Lengkap Praktikum Entomologi dan Fitopatologi Tumbuhan
Tujuan : Untuk Mengetahui dan Mempelajari Anatomi Luar dan Dalam Serangga
Serta Cara Pengisolasian dan Perbanyakan Jamur (Tricoderma sp)
Nama :
I
WAYAN PERRY PRAMANA
No.Stambuk : E
281 10 015
Prodi : Agroteknologi
Fakultas :
Pertanian
Universitas :
Tadulako
Palu,
Juni 2012
Mengetahui,
Koordinator Asisten Praktikum
HAMRI
E 281 08 098
|
Asisten Penanggung Jawab
HIKMAWATI A
E 281 08
108
|
RINGKASAN
Sebagian anggotanya
dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang
bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo ini umumnya
memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang
dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Pada umumnya antena serangga terbagi menjadi 3 ruas utama yaitu scape
yang merupakan ruas pertama melekat pada kepala, ruas kedua disebut dengan
pedisel, dan dan ruas ketiga disebut dengan flagellum. Mulut serangga dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe umum,
yaitu mandibulata (pengunyah) dan haustelata (penghisap). Toraks adalah bagian yang menghubungkan antara caput dan abdomen. Pada dasarnya
tiap ruas toraks pada serangga dapat dibagi menjadi tiga bagian : prothorax,
metathorax dan mesothorakx. Sistem pencernaan serangga di bagi atas beberapa
bagian yaitu Bagian terdepan
disebut stomodeum atau usus depan
(foregut), usus tengah (midgut), dan usus belakang (kindgut).
Abdomen serangga merupakan bagian tubuh yang memuat alat pencernaan,
ekskresi, dan reproduksi. Abdomen serangga terdiri dari beberapa ruas,
rata-rata 9-10 ruas.
Trichoderma sp. masuk dalam
kelas Euascomycetes dan family Hypocreaceae. Konidiofor hyaline, bercabang dan
pyramidal. Konidia (dengan diameter rata – rata 3 µm) berbentuk sel tunggal dan
bulat permukaannya halus dan kasar (Smith,
et al, 1990). Trichoderma sp. umumnya
penghuni tanah, khususnya pada tanah organik. Cendawan ini dapat hidup sebagai
saprofitik atau parasitik terhadap cendawan lain, bersifat antagonistik dan
banyak digunakan sebagai pengendalian. Media
atau bahan yang digunakan yaitu kentang, Kentang di sini yang diambil adalah
ekstraknya dan berfungsi sebagai mineral. destrosa atau gula berfungsi sebagai
sumber energi, dan agar nya sebagai lingkungan. Isolasi adalah
suatu cara untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan
untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat-sifat yang diinginkan.
Untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang hidup dalam bahan pangan dapat
dilakukanisolasi mikrobia, dengan cara menggoreskan suspensi campuran sel pada
suatu media padat di dalam cawan petri kemudian menginkubasikannya, sehingga
setiap sel akan tumbuh membentuk koloni dan memudahkan untuk memisahkannya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa
penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat serta karunia-Nya
kepada penyusun sehingga praktikum dan penyusunan laporan ini yang berjudul “
Laporan lengkap Praktikum Entomologi dan Fitopatologi Tanaman”. Laporan ini merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Entomologi dan Fitopatologi
Tanaman dan agar dapat melanjutkan studi yang lebih lanjut lagi. Dalam
Praktikum Entomologi dan Fitopatologi Tanaman penyusun memperoleh banyak
pengetahuan anatomi dalam dan anatomi luar serangga, pengetahuan tentang teknik
pembuatan media PDA jamur Trichoderma sp,
yang sebelumnya penyusun tidak ketahui yang sangat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi penyusun.
Dalam penyusunan laporan
lengkap penyusun menyadari bahwa laporan ini sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sehingga dapat dijadikan pedoman agar memperbaiki
penyusunan laporan selanjutnya. Pada
kesempatan ini penyusun menyampaikan bahwa semoga laporan yang penyusun buat
ini bisa jadi panduan dalam melakukan praktikum berikutnya dan semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun di masa yang akan
datang.
Palu, Juni
2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN
SAMPUL i
HALAMAN
PENGESAHAN ii
RINGKASAN
iii
KATA
PENGANTAR
iv
DAFTAR
ISI v
DAFTAR
GAMBAR xvi
ANATOMI
LUAR DAN DALAM SERANGGA
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2
Tujuan
dan Kegunaan .......................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistematika Belalang ............................................................................ 3
2.2
Morfologi Belalang ............................................................................... 3
2.3
Tipe-Tipe Antenna Serangga ................................................................ 4
2.4
Tipe-Tipe Mulut Serangga .................................................................... 5
2.5
Morfologi Thorakx Serangga ................................................................ 6
2.6
Morfologi Abdomen Serangga ............................................................. 6
2.7
Tipe-Tipe Tungkai Serangga ................................................................. 7
2.8
Sistem Pencernaan Serangga ................................................................ 8
2.9
Sistem Pernafasan Serangga ................................................................. 8
2.10
Sistem
Reprodusi Serangga .................................................................. 9
III. METODE DAN PRAKTEK
3.1
Tempat dan Waktu .............................................................................. 11
3.2
Alat dan Bahan .................................................................................... 11
3.3
Cara Kerja ............................................................................................ 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil ..................................................................................................... 12
4.2
Pembahasan
......................................................................................... 19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan .......................................................................................... 26
5.2
Saran .................................................................................................... 27
FITOPATOLOGI
TUMBUHAN
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ................................................................................... 28
1.2
Tujuan
dan Kegunaan .......................................................................... 29
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teknik Pembuatan Media PDA .......................................................... 30
2.2
Teknik Isolasi Patogen ......................................................................... 31
2.3
Teknik Perbanyakan Tricoderma sp..................................................... 32
2.4
Trichoderma sp.....................................................................................
33
III. METODE DAN PRAKTEK
3.1
Pembuatan Media PDA ....................................................................... 35
3.2
Perbanyakan Tricoderma sp.................................................................
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil ..................................................................................................... 38
4.2
Pembahasan
......................................................................................... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan .......................................................................................... 44
5.2
Saran .................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1.
Anatomi luar belalang (Valanga nigricornis) ........................................... 12
2. Anatomi
luar caput belalang (Valanga nigricornis) ................................. 12
3. Anatomi luar antena belalang (Valanga nigricornis) ............................... 13
4. Anatomi
luar thorax belalang (Valanga nigricornis) ………………….. 13
5. Anatomi
luar abdomen belalang (Valanga nigricornis) ........................... 13
6. ..... Anatomi luar
sayap belalang (Valanga nigricornis) ................................. 14
7. Anatomi
luar tungkai belalang (Valanga nigricornis) .............................. 14
8. .... Anatomi dalam sistem percernaan belalang (Valanga nigricornis) .......... 15
9. Anatomi dalam sistem pernapasan belalang
(Valanga nigricornis) ......... 16
10a. Sistem Reproduksi Belalang Jantan (Valanga nigricornis) ..................... 17
10b. Sistem Reproduksi Belalang Jantan (Valanga nigricornis) ..................... 18
ANATOMI
LUAR DAN DALAM SERANGGA
1.1
Latar Belakang
Serangga
termasuk filum Arthropoda yaitu kelompok hewan yang mempunyai kaki beruas-ruas,
tubuh bilateral simetris dan dilapisi oleh kutikula yang keras (exosceleton).
Serangga digolongkan dalam kelasinsecta (hexapoda), karena memiliki 6 buah (3
pasang) kaki yang terdapat di dadaerah dada (thorax). Jumlah kaki menjadi ciri
khas serangga yang membedakannya dengan hewan lain dalam phylum Arthropoda
seperti laba-laba (arachnida), kepiting (decapoda), udang (crustacea), lipan
dan luwing (myriapoda), Kehidupan serangga sudah dimulai sejak 400 juta tahun
(zaman devonian). Kira-kira 2 - 3 juta spesies serangga telah terindentifikasi.
Diperkirakan, jumlah serangga sebanyak 30-80 juta spesies yang meliputi sekitar
50% dari keanekaragaman spesies di muka bumi. (Angga, 2009 ).
Serangga juga memiliki
keanekaragaman luar biasa dalam ukuran, bentuk dan perilaku. Kesuksesan
eksistensi kehidupan serangga di bumi ini diduga berkaitan erat dengan rangka
luar (eksoskeleton) yang dimilikinya, yaitu kulitnya yang juga merangkap
sebagai rangka penunjang tubuhnya, dan ukurannya yang relatif kecil serta
kemampuan terbang sebagian besar jenis serangga. Ukuran badannya yang relatif kecil
menyebabkan kebutuhan makannya juga relatif sedikit dan lebih mudah memperoleh
perlindungan terhadap serangan musuhnya. Serangga juga memiliki kemampuan
bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, dan keragaman genetik yang lebih
besar. Dengan kemampuannya untuk beradaptasi, menyebabkan banyak jenis serangga
merupakan hama tanaman budidaya, yang mampu dengan cepat mengembangkan sifat
resistensi terhadap insektisida. (Angga, 2009 ).
Beberapa jenis serangga juga berguna
bagi kehidupan manusia seperti lebah madu, ulat sutera, kutu lak, serangga
penyerbuk, musuh alami hama atau serangga perusak tanaman, pemakan detritus dan
sampah, dan bahkan sebagai makanan bagi mahluk lain, termasuk manusia. Tetapi
sehari-hari kita mengenal serangga dari aspek merugikan kehidupan manusia
karena banyak di antaranya menjadi hama perusak dan pemakan tanaman pertanian
dan menjadi pembawa (vektor) bagi berbagai penyakit seperti malaria dan demam
berdarah. Walaupun demikian sebenarnya serangga perusak hanya kurang dari 1
persen dari semua jenis serangga. Dengan mengenal serangga terutama biologi dan
perilakunya maka diharapkan akan efisien manusia mengendalikan kehidupan
serangga yang merugikan ini (Angga, 2009 ).
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum tentang Pengenalan Anatomi Luar dan Dalam serangga ini adalah
untuk mengetahui, mempelajari anatomi luar dan dalam serangga.
Kegunaan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bentuk morfologi luar serangga daan
sistim pencernaan, sistim pernafasan dan sistim sirkulasi pada serangga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
Sistematika
belalang kayu (valanga nigricornis) yaitu Kingdom : Animalia, Phylum :
Arthropoda, Class : Insecta, Order : Orthoptera , Family : Acridoidea, Genus :
Valanga, spesies : Valanga
nigricornis.
2.2
Morfologi Belalang Kayu (valanga nigricornis)
Ordo
Orthoptera (bangsa belalang) Sebagian
anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya
yang bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo ini
umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap
belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang
membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap
belakang melipat di bawah sayap depan. Alat-alat tambahan lain pada caput
antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah
mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada
thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat
pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar
terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia
luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen). Ada mulutnya
bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang
mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya,
dan labium dengan palpus labialisnya (Jumar, 2000).
2.3
Tipe-Tipe Antenna Serangga
Pada
umumnya antena serangga terbagi
menjadi 3 ruas utama yaitu scape yang merupakan ruas pertama melekat pada
kepala, ruas kedua disebut dengan pedisel, dan dan ruas ketiga disebut dengan
flagellum. Bentuk dan ukuran antena pada
setiap jenis serangga berbeda beda. Beberapa bentuk antena tersebut adalah :
filiform yaitu bentuknya menyerupai benang dan pada setiap ruas mempunyai ukuran
bentuk silindris yang sama (Jumar, 2000).
Setaceous adalah bentuk antena seperti duri segmen yang memanjang dan
meruncing ke bagian ujung (distal).
Moniliform, bentuk antena seperti untaian merjan pada setiap segmen
jelas dan sama besar. Flabellate, bentuk
semua segmen antena setelah pedicel seperti lempengan atau lembaran. Lamellate, segmen antena paling ujung
membesar dan menjadi lempengan. Plumose,
bentuk antena seperti bulu setiap segmen berambut lebih dan panjang. Aristate, bentuk antena seakan-akan dari
segmen antena keluar lagi antena.
Stylate, segmen terakhir dari antena agak panjang dan runcing. Bipectinate, setiap segmen antena memiliki
sepasang rambut (Jumar, 2000).
Pectinate yaitu antenna yang berbentuk antena seperti sisir karena setiap segmen antena
memanjang ke arah samping. Geniculate,
antena berbentuk siku karena segmen pertama (scape) berukuran panjang diikuti
segmen yang lebih kecil yang membentuk sudut dengan segmen yang pertama. Serate, bentuk antena pada tiap-tiap segmen
berbentuk seperti gigi atau gergaji.
Capitate, bentuk antena bagian ujung sangat besar. Clavate, bentuk
antena agak membesar ke bagian ujungnya (Jumar, 2000).
Adapun fungsi antena pada setiap jenis serangga sangat
beragam, namun pada umumnya
fungsi utama dari antena tersebut adalah sebagai alat peraba dan pencium. Selain dua fungsi utama antena yang telah
disebutkan diatas beberapa fungsi lain dari antena serangga yang sama
pentingnya adalah sebagai alat untuk mengetahui tempat-tempat makanan (mangsa) (Jumar, 2000).
2.4
Tipe Mulut Serangga
Bagian-bagian
mulut serangga dapat
diklasifikasikan menjadi dua tipe umum, yaitu mandibulata (pengunyah) dan
haustelata (penghisap), tipe alat mulut pengunyah, mandibel bergerak secara
transversal yaitu dari sisi ke sisi, dan serangga tersebut biasanya mampu
menggigit dan mengunyah makanannya. Tipe mulut penghisap memiliki
bagian-bagian dengan bentuk seperti probosis yang memanjang atau paruh dan
melalui alat itu makanan cair dihisap. Tipe mulut penggigit yaitu Mulut tipe pengigit dilengkapi
dengan rahang atas dan bahwa yang sangat kuat, contohnya mulut belalang dan
jangkrik. Tipe mulut penusuk-penghisap yaitu
Mulut tipe penusuk-penghisap mempunyai rahang yang panjang dan runcing .
Contohnya nyamuk. Mulut penghisap yaitu Mulut tipe penusuk-penghisap dilengkapi
dengan alat seperti belalai panjang yang dapat digulung, contohnya mulut kupu
kupu. Dan Mulut penjilat yaitu Mulut tipe penjilat dilengkapi dengan alat untuk
menjilat. Contohnya mulut lebah madu dan lalat (Jumar, 2000).
2.5
Morfologi Thorax
Toraks adalah bagian yang menghubungkan antara caput dan abdomen.
Pada dasarnya tiap ruas toraks pada serangga dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu: Prothorax : bagian depan dari thoraks dan sebagai tempat atau dudukan
bagi sepasang tungkai depan. Mesothorax : bagian tengah dari thorax dan sebagai
tempat atau dudukan bagi sepasang tungkai tengah dan sepasang sayap depan.
Metathorax : bagian belakang dari thorax dan sebagai tempat atau dudukan bagi
sepasang tungkai belakang dan sepasang sayap belakang . Torak juga merupakan
daerah lokomotor pada serangga dewasa karena pada torak terdapat tiga pasang
kaki dan dua atau satu pasang sayap (kecuali ordo Thysanura tidak bersayap). Torak
bagian dorsal disebut notum (Jumar, 2000).
2.6 Morfologi Abdomen
Serangga
Abdomen serangga merupakan bagian tubuh yang memuat alat pencernaan,
ekskresi, dan reproduksi. Abdomen serangga terdiri dari beberapa ruas,
rata-rata 9-10 ruas. Bagian dorsal dan ventral mengalami sklerotisasi sedangkan
bagian yang menghubungkannya berupa membran. Bagian dorsal yang mengalami
sklerotisasi disebut tergit, bagian ventral disebut sternit, dan bagian ventral
berupa membran disebut pleura. Perkembangan evolusi serangga
menunjukkan adanya tanda-tanda bahwa evolusi menuju kepengurangan banyaknya
ruas abdomen. Serangga betina dewasa yang tergolong apterygota, seperti
Thysanura, memiliki ovipositor yang primitive dimana bentuknya terdiri dari dua
pasang embelan yang terdapat pada bagian bawah ruas abdomen kedelapan dan
kesembilan. Sesungguhnya, terdapat sejumlah serangga yang tidak memiliki
ovipositor, dengan demikian serangga ini menggunakan cara lain untuk meletakkan
telurnya. Jenis serangga tersebut terdapat dalam ordo Thysanoptera, Mecoptera,
Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Serangga ini biasanya akan menggunakan
abdomennya sebagai ovipositor. Beberapa spesies serangga dapat memanfaatkan
abdomennya yang menyerupai teleskop sewaktu meletakkan telur-telurnya (Jumar, 2000).
2.7 Tipe-Tipe Tungkai
Serangga
Sejumlah
bentuk tungkai serangga yang khas beserta fungsinya dijelaskan sebagai berikut Saltatorial :
Tungkai belakang belalalng yang digunakan untuk meloncat, dengan bentuk femur
tungkai belakang lebih besar bila dibandingkan dengan femur tungkai depan dan
tungkai tengah. Contoh
: Valanga nigricornis (belalang), Raptorial
: Tungkai depan digunakan untuk menangkap dan memegang mangsa, sehingga
ukurannya lebih besar bila dibandingkan dengan tungkai yang lainnya. Contoh : Stagmomantis
carolina (belalang sembah), Kursorial : Tungkai ini digunakan untuk berjalan cepat
atau berlari. Contoh : Periplaneta
australasiae (kecoa), Fosorial
: Tungkai depan berubah bentuk sebagai alat penggali tanah. Contoh
: Gryllotalpa africana (orong-orong), Natatorial
: Tungkai jenis ini terdapat pada serangga air yang berfungsi untuk
berenang. Contoh : Hydrophilus triangularis (kumbang air), dan Korbikulum : Tungkai tipe ini
berfungsi untuk mengumpulkan tepung sari. Contoh : Apis cerana
(lebah madu) (Jumar, 2000).
2.8
Sistem Pencernaan Serangga
Sistem
pencernaan serangga di bagi atas beberapa bagian yaitu Bagian terdepan
disebut stomodeum atau usus depan (foregut), usus tengah (midgut), dan usus
belakang (kindgut). Saluran
makanan serangga terdiri dari tiga
bagian dengan katup-katup (sphincters, volves). Seluruh saluran makanan di bagian dalamnya dilapisi selapis sel epitel,
berkedudukan pada membran dasar. Stomodeum dan proktodeum mempunyai lapisan
kutikula sedang mesentron tidak. Stomodeum : Pada dasarnya stomodeum terbagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut, dari
depan: faring (pharynx), oesofagus (oesophagus) dan tembolok (crop)
yang merupakan tempat penyimpanan makanan (Jumar, 2000).
2.9
Sistem
Pernapasan Serangga
Semua binatang
memerlukan pembekalan energi dan umumnya mendapatkan energi melalui proses
respirasi (pernafasan). Respirasi terdiri dari pengambilan, transportasi
dan penggunaan oksigen oleh jaringan-jaringan dan pelepasan dan pembuangan
limbah, terutama dioksida dan lingkungannya disebut respirasi luar (eksternal),
sedang pertukaran gas di dalam sel disebut respirasi dalam (internal) atau
metabolisme respirasi.
Respirasi luar
pada hampir semua serangga dilaksanakan oleh sistem trakea. Melalui
sistem ini udara/oksigen dari luar diantarkan ke jaringan dan sel-sel yang
memerlukan. Pada serangga ukuran besar yang aktif, untuk melancarkan proses
pernapasan itu dibantu sedikit-banyak oleh ventilasi mekanis dari trakea
abdomen dan kantung-kantung udara yang dihasilkan oleh gerakan-gerakan ritmik
tubuh. Proses ini disebut ventilasi aktif. Analisis
menunjukkan bahwa seperempat dari jumlah CO2 yang terjadi karena
respirasi lepas keluar melalui permukaan tubuh. Hal ini karena gas CO2
dapat berdifusi melalui jaringan binatang 35x lebih cepat daripada oksigen (Jumar, 2000).
2.10 Sistem Reproduksi Belalang
Sistem reproduksi jantan terdiri
atas sepasang testis yang terletak di ujung belakang abdomen. Setiap testis
mengandung unit-unit fungsional (folikel) dimana sperma dihasilkan. Sperma
matang yang keluar dari testis melewati saluran pendek (vas efferentia)
dan mengumpul di ruang penyimpan (vesikula seminalis, Gambar 3D). Saluran yang
sama (vas deferens) mengarah keluar dari vesikula seminalis, bergabung satu
sama lain di sekitar pertengahan tubuh, dan membentuk saluran ejakulasi (ejaculatory
duct) tunggal yang mengarah keluar dari tubuh melalui organ kelamin jantan
(aedeagus). Satu atau lebih pasangan kelenjar aksesori (accessory glands)
biasanya berhubungan dengan sistem reproduksi jantan, yaitu organ-organ
sekretori yang terhubung dengan sistem reproduksi melalui saluran pendek -
beberapa mungkin menempel dekat testis atau vesikula seminalis, yang
lainnya mungkin berhubungan dengan saluran ejakulasi (Jumar, 2000).
Sistem reproduksi betina terdiri
atas sepasang ovarium. Setiap ovarium terbagi menjadi unit-unit fungsional
(ovariol) di mana telur dihasilkan. Satu ovarium dapat mengandung puluhan
ovariol, umumnya sejajar satu sama lain. Telur matang meninggalkan ovarium
melalui saluran telur lateral (lateral oviducts). Pada sekitar pertengahan
tubuh, saluran telur lateral ini bergabung untuk membentuk common oviduct yang
membuka ke ruang alat kelamin yang disebut bursa copulatrix. Kelenjar
aksesori betina (accessory glands) memasok pelumas untuk sistem reproduksi dan
mengeluarkan kulit telur kaya protein (chorion) yang mengelilingi seluruh
telur. Kelenjar ini biasanya dihubungkan dengan saluran kecil ke saluran telur
umum atau bursa copulatrix (Jumar, 2000).
Selama kopulasi, jantan menyimpan
spermatophore di bursa copulatrix. Kontraksi peristaltik menyebabkan
spermatophore masuk ke dalam spermatheca betina, sebuah ruang kantong
penyimpanan sperma. Kelenjar spermathecal (spermathecal gland) memproduksi
enzim (untuk mencerna lapisan protein spermatophore) dan nutrisi (untuk
mempertahankan sperma sementara berada di penyimpanan). Sperma dapat hidup di
spermatheca selama berminggu-minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun (Jumar, 2000).
III. METODE PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Entomologi dan Fitopatologi
Mengenai Anatomi Luar dan Dalam Serangga, bertempat Di Labolatorium Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
Dilaksanakan pada hari Sabtu, 2 juni 2012, pada pukul 09.00 Wita -
sampai selesai.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu
papan bedah, jarum pentul, toples/glass aqua/plastic transparan, cutter, silet,
pinset dan alat tulis menulis. Adapun bahan-bahan
yang digunakan yaitu: Belalang (Valanga
nigricornis), dan alkohol 70%.
3.3 Cara Kerja
Pada
pengamatan Anatomi Luar dan Dalam Serangga, pertama-tama menyiapkan
bahan/spesimen serangga yang diwakili oleh belalang, kemudian merendam ke dalam
alkohol hingga spesimen mati
dan mengamati morfologi spesimen tersebut satu persatu, dari caput, thoraks, abdomen beserta
bagian-bagiannya, sistem pencernaan, sistem
pernafasan, sistem peredaran darah (sirkulasi), sistem reproduksi dan sistem
saraf. Setelah itu
menggambar spesimen pada kertas kuarto dan memberikan keterangan pada setiap
gambar tersebut.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan maka hasil yang di peroleh adalah sebagai berikut:
Keterangan :
1.
Kepala
(caput)
2.
Antena
3.
Dada
(Thorax)
4.
Tungkai
5.
Sayap
6.
Perut
(Abdomen)
|
Gambar 1. Anatomi luar belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1. frons
2.
Maxilla
3.
Maxilla
4.
Mata
Majemuk
5.
Mata
oceli
6.
Antenna
7.
Mandibula
8.
Labirin
|
Gambar 2. Anatomi luar caput belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1.
Flagelium
2.
Pedisel
3.
Scape
|
Gambar 3. Anatomi
luar antena belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1.
prothorakx
2.
Mesothorakx
3.
Metathorakx
|
Gambar 4. Anatomi luar thorax
belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1. Membran lateral
2. Tergum
3. Serkus
4. Epiprok
5. Anus
6. Paraprok
7. Spirakel
8. Sterhum (1-9)
|
Gambar 5. Anatomi luar abdomen belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1.
Kosta
2.
Subkosta
3.
Radius
4.
Median
5.
Kubitus
6.
Anal
7.
Radius
|
Gambar 6. Anatomi luar sayap
belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1.
Koska
2.
Tibia
(betis)
3.
Tarsus
4.
Arolium
5.
Femur (paha)
6.
Trokhanter
|
Gambar 7. Anatomi luar tungkai
belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1.
Faring
2.
Esofagus
3.
Tombolok
4.
Proventrikulus
5.
Ventrikulus
6.
Saluran Buntu Gastrium
7.
Tabung Malpighi
8.
Usus
9.
Rectum
10
Anus
|
Gambar 8. Anatomi
dalam sistem percernaan belalang (Valanga
nigricornis)
Keterangan
:
1.
Dinding Tubuh
2.
Sel-Sel Epithelial
3.
Intima
4.
Tanpa Epithelium
5.
Trakheolum
6.
Jaringan Tubuh
7.
Percabangan Trachea
8.
Trokea
9.
Trakhea Utama
10. Stigma/Spirakel
|
Gambar 9. Anatomi
dalam sistem pernapasan belalang (Valanga
nigricornis)
Keterangan :
1.
Membrane Pentorial
2.
Testis
3.
Tabung Sperma
4.
Vas Eferens
5.
Vas Deferens
6.
Kelenjar Areson
7.
Vesikula Seminalis
8.
Tabung Ejakulasi
|
Gambar 10a. Sistem Reproduksi Belalang Jantan (Valanga
nigricornis).
Keterangan
:
1.
Filamen Terminal
2.
Ovarial
3.
Ovum
4.
Ovari
5.
Spermatika
6.
Kelenjar Spermatika
7.
Saluran Spermatika
8.
Saluran Telur Lateral
9.
Kelenjar Aseson
10. Saluran
Telur Utama
11. Ruang
Genital (Vagina)
|
Gambar 10b. Sistem Reproduksi Belalang Jantan
(Valanga nigricornis).
4.2
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan anatomi luar belalang ( Valanga nigricornis ), bahwa terdapat Kepala (caput), Antena,
Dada (Thorax), Tungkai, Sayap dan Perut
(Abdomen).
Belalang
(Valanga nigricornis), merupakan
hewan yang berciri-ciri antenna pendek,
pronotum tidak memanjang ke belakang, tarsi beruas 3 buah, femur kaki belakang
membesar, ovipositor pendek. Ukuran
tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan
yang jantan. Sebagian besar berwarna abu-abu atau kecoklatan
atau beberapa lainnya berwarnah cerah di bagian beberapa lainnya (Riordi, 2009 ).
Berdasarkan
pengamatan anatomi luar caput belalang (Valanga
nigricornis), diperoleh frons, Maxilla, Maxilla, Mata
Majemuk, Mata oceli, Antenna, Mandibula dan Labirin.
Berdasarkan
pengamatan anatomi luar antena belalang (Valanga nigricornis) diperoleh Flagelium,
Pedisel dan Scape.
Mengenai
antena pada serangga, dimana pada umumnya antena serangga terbagi menjadi 3 ruas utama yaitu scape
yang merupakan ruas pertama melekat pada kepala, ruas kedua disebut dengan
pedisel, dan dan ruas ketiga disebut dengan flagellum. Bentuk dan ukuran antena pada setiap jenis serangga berbeda beda. Beberapa bentuk
antena tersebut adalah : filiform yaitu bentuknya menyerupai benang dan pada
setiap ruas mempunyai ukuran bentuk silindris yang sama. Sedangkan
Adapun fungsi antena pada setiap
jenis serangga sangat beragam, namun pada umumnya fungsi utama dari antena tersebut
adalah sebagai alat peraba dan pencium.
Selain dua fungsi utama antena yang telah disebutkan diatas beberapa
fungsi lain dari antena serangga yang sama pentingnya adalah sebagai alat untuk
mengetahui tempat-tempat makanan (mangsa) (Jumar, 2000).
Berdasarkan
pengamatan anatomi luar thoraks belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas
3 bagian prothorakx, Mesothorakx dan Metathorakx.
Pada dasarnya tiap ruas toraks pada serangga
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Prothorax : bagian depan dari thoraks
dan sebagai tempat atau dudukan bagi sepasang tungkai depan. Mesothorax :
bagian tengah dari thorax dan sebagai tempat atau dudukan bagi sepasang tungkai
tengah dan sepasang sayap depan. Metathorax : bagian belakang dari thorax dan
sebagai tempat atau dudukan bagi sepasang tungkai belakang dan sepasang sayap
belakang (Riordi, 2009 ).
` Berdasarkan pengamatan anatomi luar abdomen
belalang (Valanga
nigricornis) terdiri atas
Membran
lateral, Tergum, Serkus, Epiprok, Anus, Paraprok, Spirakel, dan Sterhum (1-9).
Abdomen pada
serangga primitive tersusun atas 11-12 ruas yang dihubungkan oleh bagian
seperti selaput (membran). Jumlah ruas untuk tiap spesies tidak sama. Pada
serangga primitif (belum mengalami evolusi) ruas abdomen berjumlah 12.
Perkembangan evolusi serangga menunjukkan adanya tanda-tanda bahwa evolusi
menuju kepengurangan banyaknya ruas abdomen. Serangga betina dewasa yang
tergolong apterygota, seperti Thysanura, memiliki ovipositor yang primitive
dimana bentuknya terdiri dari dua pasang embelan yang terdapat pada bagian
bawah ruas abdomen kedelapan dan kesembilan. Sesungguhnya, terdapat sejumlah
serangga yang tidak memiliki ovipositor, dengan demikian serangga ini
menggunakan cara lain untuk meletakkan telurnya. Jenis serangga tersebut
terdapat dalam ordo Thysanoptera, Mecoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan
Diptera. Serangga ini biasanya akan menggunakan abdomennya sebagai ovipositor.
Beberapa spesies serangga dapat memanfaatkan abdomennya yang menyerupai
teleskop sewaktu meletakkan telur-telurnya (Jumar, 2000).
Berdasarkan pengamatan anatomi luar sayap belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas Kosta, Subkosta,
Radius, Median, Kubitus, Anal dan Radius
Sayap pada serangga merupakan tonjolan integumen dari
bagian mesothorax dan metathorax. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan
vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan
vena-vena yang teratur. Tiap sayap tersusun atas permukaan atas dan bawah yang
terbuat dari bahan khitin yang tipis.
Bagian-bagian tertentu dari sayap yang tampak sebagai garis tebal
disebut sebagai pembuluh sayap atau rangka sayap (Jumar, 2000).
Berdasarkan
pengamatan anatomi luar tungkai belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas
Koska,
Tibia (betis), Tarsus, Arolium,
Femur (paha), dan Trokhanter.
Serangga
dewasa dan beberapa serangga muda (pradewasa) memiliki tungkai pada bagian
toraksnya. Akan tetapi, terdapat serangga muda yang apodous (tidak
bertungakai), seperti pada larva lalat (sering disebut tampayak). Bahkan pada
serangga dewasa yang tidak bertungkai secara jelas, misalnya kutu perisai
betina. Sejumlah bentuk tungkai serangga yang khas beserta fungsinya dijelaskan
sebagai berikut: Tipe cursorial, adalah tungkai yang digunakan untuk berjalan
dan berlari. Misalnya pada lipas (Periplaneta
sp.) dan kumbang. Tipe fossorial, adalah tungkai yang digunakan untuk menggali,
ditandai dengan adanya kuku depan yang keras sekali. Misalnya tungkai depan
orong-orong (Gryllotalpa africana).
Tipe saltatorial, adalah tungkai yang berfungsi untuk meloncat, ditandai dengan
pembesaran femur tungkai belakang. Misalnya: pada belalang dan jangkrik. Tipe
raptorial, adalah tungkai yang berfungsi untuk menangkap dan mencengkeram
mangsa, ditandai dengan pembesaran femur tungkai depan. Misalnya: kaki depan
belalang sembah. Tipe natatorial, adalah tungkai yang berfungsi untuk berenang,
ditandai dengan bentuk yang pipih serta adanya sekelompok “rambut-rambut
renang” yang panjang. Misalnya: pada kumbang Dytiscidae dan kepinding kapal
(family Corixidae). Tipe ambolatorial, adalah tungkai yang berfungsi untuk
berjalan ditandai dengan femur dan tibia yang lebih panjang dari bagian tungaki
lainnya. Tungkai ini merupakan bentuk umum tungkai serangga (Jumar,2000).
Berdasarkan
pengamatan anatomi dalam saluran pencernaan belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas faring, esophagus, tombolok, proventrikulus, ventrikulus, saluran buntu
gastrium, tabung Malpighi, usus rectum dan anus.
Sistem
pencernaan serangga di bagi atas beberapa bagian yaitu Bagian terdepan
disebut stomodeum atau usus depan (foregut), usus tengah (midgut), dan usus
belakang (kindgut). Saluran
makanan serangga terdiri dari tiga
bagian dengan katup-katup (sphincters, volves). Seluruh saluran makanan di bagian dalamnya dilapisi selapis sel epitel,
berkedudukan pada membran dasar. Stomodeum dan proktodeum mempunyai lapisan
kutikula sedang mesentron tidak. Stomodeum : Pada dasarnya stomodeum terbagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut, dari
depan: faring (pharynx), oesofagus (oesophagus) dan tembolok (crop)
yang merupakan tempat penyimpanan makanan. Pada serangga
yang memakan makanan padat kerapkali ada organ penghalus (grinding organ)
disebut proventrikulus (proventriculus atau gizzard).
Proventrikulus itu khususnya berkembang baik pada serangga Ordo Orthoptera,
misalnya belalang, lipas, cengkerik, dan rayap. Mesenteron : secara umum mesenteron terdiri dari
dua bagian, yaitu dari depan kantung gastrik (gastric caeca) dan
ventrikulus (ventriculus). Mikrovili adalah tonjolan-tonjolan halus berbentuk jari-jari. Mikrovili itu
memperluas permukaan sel-sel epitel yang berhubungan dengan makanan, untuk
memfasilitasi penyerapan nutrisi. Di ventrikulus, pada sebagian besar jenis
serangga, terdapat membran peritrofik yang memisahkan epitel dan makanan. Proktodeum
: Bagian awal (terdepan) proktodeum
ditandai oleh tempat kedudukan tabung-tabung Malpighi, kerapkali pada pilorus
yang merupakan katup otot. Bagian selanjutnya secara berurutan adalah
ileum, kolon (colon) dan rektum (rectum). Di ujung rektum terdapat anus (lubang
pelepasan). Fungsi utama proktodeum adalah absorpsi air, garam-garam dan bahan-bahan
lain yang berguna (Riordi, 2009).
Berdasarkan
pengamatan anatomi dalam saluran pernafasan belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas dinding tubuh, sel-sel epithelial, intima, tanpa epithelium, trakheolum,
jaringan tubuh, percabangan trachea, trokea, trakhea utama dan stigma/spirakel.
Serangga mempunyai sistem Alat pernafasan utama yang berupa tabung dalam atau sistem trakea, yang
mengantarkan udara dari luar tubuh ke sel-sel tubuh dan sistem itu melaksanakan
respirasi atau pernafasan. Pada tiap ruas, dari batang trakea itu muncul beberapa
trakea cabang, berpasangan dari batang kiri dan kanan. Trakea itu mengelompok-kelompok
pada tiap ruas, dan mendapatkan udara dari luar melalui sepasang bukaan pada
sisi lateral tiap ruas; bukaan ini disebut spirakel (spiracles). Spirakel itu berhubungan langsung
dengan batang trakea utama (main tracheal trunk),
yang biasanya ada sepasang menjulur sepanjang tubuh (Riordi, 2009).
Berdasarkan
pengamatan anatomi dalam saluran reproduksi belalang jantan (Valanga nigricornis) terdiri atas membrane pentorial, testis, tabung sperma, vas eferens, vas deferens, kelenjar
areson, vesikula seminalis dan tabung ejakulasi
Pada
serangga jantan terdapat sepasang testes yang terletak di ujung system
reproduksi . Tiap testes terdiri atas sejumlah tabung sperma dan folikel
testikel. Tiap folikel memiliki vas eferens pada bagian pangkalnya yang
menghubungkan dengan vas deferens. Selanjutnya vas deferens menuju saluran
ejakulasi (ejaculatory duct). Sistem
reproduksi serangga jantan juga memiliki kelenjar pelengkap yang
terletak di dekat pertemuan komponen lateral. Saluran ejakulasi ini bermuara
pada gonopore (lubang penis) (Riordi,
2009).
Berdasarkan
pengamatan anatomi dalam saluran reproduksi belalang betina (Valanga nigricornis) terdiri atas filamen terminal, ovarial, ovum, ovary, spermatika, kelenjar spermatika,
saluran spermatika, saluran telur lateral, kelenjar aseson, saluran telur utama
dan ruang genital (vagina).
Serangga
betina memiliki sepasang indung telur (ovari). Tiap ovari terdiri atas sejumlah
ovariol yang berbentuk seperti tabung dan di dalamnya terdapat sejumlah ovom
(telur). Bagian ujung ovariol disebut filamin terminal. Ovarium bermuara pada
saluran telur lateral bersatu menjadi saluran telur utama yang selanjutnya
bermuara pada vagina. Sistem reproduksi betina biasanya memiliki satu atau
beberapa kelenjar pe-lengkap yang terletak di dekat pertemuan saluran telur dan
vagina (Riordi, 2009).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Serangga adalah jenis hama aktifitasnya
dapat menimbulkan kerugian baik dalam segi kualitas maupun kuantitas maupun
kuantitas hasil produksi.
2. Serangga
memiliki cara merusak tanaman yang berbeda-beda antara lain yaitu mengisap,
menjilat dan menusuk.
3. Serangga
memiliki morfologi yang terdiri dari caput (kepala) yaitu mata, mulut, antena,
dan cula serta dada yang terdiri dari kaki dan perut (abdomen)
4. Struktur tubuh serangga bagian dalam terdiri dari
beberapa sitem yaitu system pencernaan, system saraf, system pernafasan, sistem
sirkulasi, dan system reproduksi.
5. Sistem reproduksi
jantan terdiri
dari bagian-bagian yaitu berupa Tabung
ejakulasi, Vesikula seminalis, Kelenjar asesori, Vas deferent, Vas eferens,
Tabung sperma, Testis dan Membran peritorial. Sedangkan
pada reproduksi betina terdiri atas Vagina, Saluran telur utama, Kelenjar
asesori, Saluran telur lateral, Saluran spermatika, spermatika, Ovum, Ovarial,
Ovari, Kelenjar spermatika dan Filamen terminal.
5.2 Saran
Saran
yang dapat saya sampaikan, agar pada praktikum selanjutnya para praktikan dapat
menjaga ketertiban di dalam ruangan sehingga praktikum dapat berjalan dengan
baik dan tenang.
FITOPATOLOGI
TUMBUHAN
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi jamur Trichoderma,sp.
sebagai agensia pengendali hayati sudah tidak terbantahkan. Beberapa penyakit tanaman
sudah dapat dikendalikan dengan aplikasi jamur Trichoderma,sp.
Diantaranya adalah busuk pangkal batang pada tanaman panili yang disebabkan
oleh jamur Fusarium, sp., Jamur Akar Putih (JAP) yang menyerang tanaman
lada dan karet dan beberapa penyakit terbawa tanah (soil borne) lainnya
(Sri Sukamto, 1994).
Potensi jamur Trichoderma sebagai
jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman
telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha
pengendalian organism pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai
antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma,sp. Juga berfungsi sebagai
decomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada
pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa
tingkat kesadaran petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan
telah tumbuh. Penggunaan jamur Trichoderma secara luas dalam usaha
pengendalian OPT perlu disebarluaskan lebih lanjut agar petani-petani Indonesia
dapat memproduksi jamur Trichoderma secara mandiri. Diharapkan setelah mengetahui
langkah-langkah perbanyakan massal jamur Trichoderma, petani dapat mempraktekkan
dan mengaplikasikannya (Sri Sukamto,
1994).
Media
adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang disesuaikan
dengan lingkungan hidupnya. Media kultur berasarkan konsistensinya dibedakan
atas tiga macam, yaitu media cair, media semi padat, dan media padat. (Sri
Sukamto, 1994).
1.2 Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum tentang Fitopatologi Tumbuhan ini adalah untuk mengetahui cara
pengisolasian dan perbanyakan jamur.
Kegunaan
dari praktikum ini adalah agar praktikan Entomologi dan
Fitopatologi ini dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan media,
pengenceran, dan penanaman bakteri.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tehnik Pembuatan Media PDA
PDA (potato Destrose Agar) merupakan media yang biasa
digunakan untuk menumbuhkan jasad renik. Ada 2 jenis media lainnya yaitu media
1/2 buatan dan media buatan murni. kalu ini kandungan unsurnya sudah diketahui
contohnya zcapek sesuai dengan namanya PDA ini bahannya antara lain dari kentang
100 ,agar-agar 50 g, air 1000 ml, serta gula 50g.
Media atau bahan yang digunakan yaitu kentang, Kentang di
sini yang diambil adalah ekstraknya dan berfungsi sebagai mineral. destrosa
atau gula berfungsi sebagai sumber energi, dan agar nya sebagai lingkungan. Komposisi
di atas merupakan suatu takaran untuk membuat 1 liter PDA. apabila kandungan
dari bahan di atas berlebih maka akan berpengaruh terhadap keadaan media
tersebut. bisa saja kandungan airnya terlalu banyakseingga tidak cocok untuk dijadikan
sebagai media tumbuh. PDA biasanya dijual di toko kimia dalam bentuk bubuk siap
pakai, harganya cukup mahal dan bila dibandingkan PSA tentu jauh terpaut. PDA
biasa dipakai untuk penelitian mikrobiologi yang membutuhkan ketelitian dan
kemurnian tinggi sedangkan PSA bersifat teknis di lapangan.
Adapun Cara Pembuatannya yaitu :
1. Kentang
dikupas, dicuci dan diiris dadu 1 x 1 cm
2. Rebus kentang dengan air 1000 ml selama 20
menit
3. Pisahkan
kentangnya dan ambil airnya (ekstrak)
4. Tambahkan
gula, agar dan air dalam ekstrak kentang hingga 1 liter
5. Rebus
kembali hingga mendidih. Jangan terlalu lama mendidihkannya, tepat ketika
mendidih saja.
6. Tuangkan
ekstrak tersebut ke dalam erlenmayer atau langsung ke tabung vial.
7. Sumbat
erlenmayer dengan kapas dan ditutup almunium foil. Tabung vial cukup ditutup
dan balut dengan plastik wrapping.
8. Sterilisasi dengan autoclaf selama 10
menit.
9. Setelah
selesai, PDA pada erlenmayer (dalam keadaan panas, karena kalau dingin akan
membeku) tuang tipis ke petridish dalam laminar air flow cabinet. Sedangkan PDA
dalam tabung vial letakkan miring hingga agar mengeras.
10. Celah pada
tutup petridish lapisi dengan plastik wrapping agar tidak ada celah dan
menyebabkan kontaminasi.
11. Setelah membeku,
PDA media sudah dapat digunakan (Anonim, 2009).
2.2
Tehnik
Isolasi Patogen
Isolasi adalah suatu
cara untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan untuk
mendapatkan spesies tunggal dengan sifat-sifat yang diinginkan.
Untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang hidup dalam bahan pangan dapat
dilakukanisolasi mikrobia, dengan cara menggoreskan suspensi campuran sel pada
suatu mediapadat di dalam cawan petri kemudian menginkubasikannya, sehingga
setiap sel akan tumbuh membentuk koloni dan memudahkan untuk memisahkannya.
Isolasi adalah suatu metode untuk memisahkan mikroorganisme dalam medium
menjadi sel yang individu yang disiapkan untuk mendapatkan spesies tunggal.
Pada prinsipnya percobaan isolasi dimulai dengan membuat suspensibahan sebagai
sumber mikrobia (Sri Sukamto,
1994).
Metode inkubasi dibagi
2, yaitu:
a. Metode agar
Pada
dasarnya metode ini sama dengan metode kertas, hanya medianya yang berbeda,
yaitu dengan menggunakan media agar steril yaitu media PDA (Potato Dextrose
Agar). Dibanding metode kertas, metode ini memberikan kondisi yang lebih
memadai untuk tumbuhnya spora jamur/bakteri, tetapi memakan waktu dan biaya
yang lebih banyak. (Anonim, 2007)
b. Metode kertas
Pemeriksaan
jamur dengan metode ini paling banyak digunakan karena mudah dilaksanakan
dengan biaya yang relatif murah. Hampir semua jamur yang terbawa benih dapat
diuji dengan metode ini (Sri Sukamto, 1994).
2.3
Tehnik
Perbanyakan Trichoderma sp.
Campurkan media (sekam dan bekatul)
dengan perbandingan 1: 3 dalam bak plastik. Berikan air kedalam media tersebut
kemudian aduk sampai rata. Tambahkan air sampai kelembaban media mencapai 70 %
(dapat di cek dengan meremas media tersebut, tidak ada air yang menetes namun
media menggumpal). Masukkan media kedalam kantong plastik. Siapkan dandang
sabluk untuk menyeteril media. Isi dandang sabluk dengan air sebanyak 1/3
volume panci. Masukkan media kedalam
dandang sabluk. Sterilkan media dengan menggunakan panci sabluk selama 1 (satu)
jam setelah air mendidih. Sterilisasi diulang 2 (dua) kali, setelah media
dingin sterilkan kembali media selama 1 jam. Sterilisasi bertingkat ini
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang masih dapat bertahan pada proses
sterilisasi pertama. Tiriskan media di dalam ruangan yang lantainya telah
beralas plastik. Sebelum digunakan semprot alas plastik menggunakan Alkohol
96%. Ratakan permukaan media dengan
ketebalan 1-5 cm. Semprot media dengan suspensi jamur Trichoderma (isolat
jamur Trichoderma yang telah dilarutkan kedalam air, 1 (satu) isolat
dilarutkan dengan 500 ml air). Tutup dengan plastik lalu inkubasikan selama 7
(tujuh) hari. Ruangan inkubasi diusahakan minim cahaya, dengan suhu ruangan
berkisar 25-27 derajat celcius. Amati pertumbuhan jamur Trichoderma,
jamur sudah dapat dipanen setelah seluruh permukaan media telah ditumbuhi jamur
Trichoderma, (koloni jamur berwarna hijau) (Sri Sukamto, 1994).
2.4
Trichoderma sp.
Klasifikasi cendawan Trichoderma sp. adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi, Divisi :
Ascomycota, Subdivisi : Pezizomycotiana, Kelas : Sordariomycetes, Ordo
: Hypocreales, Famili : Hypocreaceae, Genus : Trichoderma (Sri Sukamto, 1994).
Trichoderma
sp. masuk dalam kelas Euascomycetes dan family Hypocreaceae. Konidiofor
hyaline, bercabang dan pyramidal. Konidia (dengan diameter rata – rata 3 µm)
berbentuk sel tunggal dan bulat permukaannya halus dan kasar. Trichoderma sp. umumnya penghuni tanah,
khususnya pada tanah organik. Cendawan ini dapat hidup sebagai saprofitik atau
parasitik terhadap cendawan lain, bersifat antagonistik dan banyak digunakan
sebagai pengendalian. Trichoderma sp.
juga ditemukan pada permukaan akar bermacam-macam tumbuhan, pada kulit kayu
yang busuk, terutama kayu busuk yang terserang cendawan dan pada sklerotia atau
propagul lain dari cendawan lain (Sri Sukamto, 1994).
Cendawan
Trichoderma sp. dapat hidup pada
beberapa macam kondisi lingkungan. Trichoderma
hamatum dan Trichoderma
pseudokoningii dapat berdaptasi pada kondisi kelembaban tanah yang sangat
tinggi. Trichoderma viride dan Trichoderma polysporum terbatas pada
daerah yang mempunyai suhu rendah. Trichorderma
harzianum sangat umum ditemukan di daerah yang beiklim panas, sedangkan Trichorderma hamatum dan Trichorderma koningii tersebar luas pada
kondisi iklim yang bermacam–macam. Kondisi kering dalam waktu yang lama
mengakibatkan populasi Trichorderma
sp. menurun (Sri Sukamto, 1994).
III.
METODE
PRAKTEK
3.1 Tempat dan waktu
Praktikum Mata
Kuliah Entomologi dan Fitopatologi Tumbuhan ini Dilaksanakan di Laboratorium
Hama dan Penyakit Tanaman pada hari Sabtu , 5 sampai 6 juni 2012, Fakultas
Pertanian , Universitas Tadulako Palu,
pada pukul 09.00 WITA, sampai selesai.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang di
gunakan dalam Praktikum Tentang Fitopatologi Tumbuhan ini adalah konfor,
incubator, timbangan reaksi, hand spayer, panic, cawan petri, Loyang, gunting,
plastik, beker glass, corong, botol fokta 250 ml dan lampu bunsen.
Bahan yang digunakan kentang 50 gram, gula 5 gram,
agar-agar 5 gram, aquades, amoxilin dan spritus.
3.2
Cara kerja
3.3.1
Pembuatan Media PDA
Pertama-tama siapkan
kentang sebanyak 200 gram, kemudian dikupas dan dipotong dengan ukuran
kecil-kecil dan timbang kembali kemudian dicuci. Timbang agar bubuk sebanyak 20
gram dan juga gula 20 gram. Siapkan aquades sebanyak 1000 ml. Setelah itu rebus
kentang sebanyak 200 gram dengan air sebanyak 1000 ml, sampai kentang
benar-benar matang. Kemudian kentang yang telah direbus di saring untuk
mengambil sarinya/air ekstraknya. Sebelum melakukan isolasi, sterilkan
inkubator yang akan di gunakan dengan menggunakan alkohol dengan menggunakan
alat penyemprot berupa ekspayer dan melap inkubator dengan menggunakan tissue.
Kemudian kentang diangkat dan airnya di ambil dengan menggunakan saringan dan
dimasukkan ke dalam beker glass. Setelah airnya selesai disaring kemudian air
kentang direbus kembali kemudian masukkan agar-agar bubuk sebanyak 20 gram dan
aduk hingga rata, kemudian masukkan gula sebanyak 20 gram dan aduk kembali
sampai mendidih, kemudian masukkan
kembali ke dalam beker glass untuk didinginkan. Setelah itu ambil botol fokta yang
telah dipanaskan dalam oven dan masukkan media PDA yang telah dibuat dan di saring ke dalam botol fokta 250 ml.
Setelah itu siapkan plastik dan gunting dengan ukuran sedang untuk menutup
botol fokta tersebut dan dililit dengan karet agar media PDA tetap steril.
Kemudian masukkan botol fokta 250 ml yang berisi media PDA yang ditutup rapat
kedalam oven.
3.3.2
Perbanyakan Jamur
Cara pengisolasian Trichoderma
sp. dan Beauveria bassiana yaitu
pertama-tama menyediakan media PDA dan cawan petri yang telah disterilkan
dengan menggunakan spritus dan dilap bersih dengan tissue. Siapkan amoxilin ½
untuk mencegah bakteri lainnya yang tumbuh pada media PDA, dalam ukuran 250 ml,
dengan cara amoxilin dihancurkan dan dimasukkan dalam tabung reaksi dan
tambahkan air secukupnya untuk melarutkan amoxilin. Masukkan cawan petri dan
media PDA ke dalam inkubator yang telah disterilkan bersama amoxilin dalam
tabung reaksi, lampu Bunsen dan Trichoderma
yang telah disediakan. Setelah itu didalam incubator dan tangan yang steril
dilakukan pemanasan Trichoderma dan Beauveria yang akan diperbanyak kembali
dan menyaringnya. Tuangkan amoxilin kedalam media PDA 250 ml sebanyak 5 ml.
Setelah itu di dalam inkubator buka
cawan petri secukupnya dan masukkan media PDA ke dalam cawan petri yang pada
bagian pinggirnya telah dipanaskan dan tutup kembali untuk beberapa saat,
setelah itu masukkan kembali Trichoderma
dan Beauveria ke dalam cawan petri yang
telah diisi media PDA pada saat media PDA suda agak padat.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil pengamatan di
Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan pada Praktikum Entomologi
dan Fitopatologi dalam Fitopatologi Tumbuhan, diperoleh hasil sebagai berikut :
4.1.1. Pembuatan media PDA
Gambar 1. Kentang
Yang Di Timbang Dengan Menggunakan Timbangan Reaksi
Gambar 2. Merebus Kentang.
Gambar 3. Ekstrak Air Kentang
Yang Selesai Direbus.
Gambar 4. Ekstrak Air Kentang Yang Direbus Kembali
Bersama Agar-Agar dan Gula Putih.
Gambar 5. PDA Cair Yang
Dimasukkan Kedalam Botol
Gambar 6. PDA Cair Yang
Disterilkan.
Gambar 7. PDA Cair Yang Dituang
Kedalam Cawan Petri.
Gambar 8. Media PDA Yang Telah Siap
Untuk Digunakan.
4.1.2 Tabel
Pengamatan Pada jamur Trichoderma sp.
Pengamatan
|
Cawan
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
1
|
-
|
Ada kontaminasi dari jamur lain
|
Kontaminasi meluas
|
Terkontaminasi
|
2
|
-
|
Ada kontaminasi dari jamur lain
|
Kontaminasi meluas
|
Terkontaminasi
|
3
|
-
|
Ada kontaminasi dari jamur lain
|
Kontaminasi meluas
|
Terkontaminasi
|
4.2
Pembahasan
Kentang ditimbang sebanyak 200 gram dengan menggunakan
timbangan reaksis, kemudian dikupas dan dipotong dengan ukuran kecil-kecil dan
timbang kembali kemudian dicuci. Timbang agar bubuk sebanyak 20 gram dan juga
gula 20 gram. Siapkan aquades sebanyak 1000 ml. Setelah itu rebus kentang
sebanyak 200 gram dengan air sebanyak 1000 ml, sampai kentang benar-benar
matang. Kemudian kentang yang telah direbus di saring untuk mengambil
sarinya/air ekstraknya. Sebelum melakukan isolasi, sterilkan inkubator yang
akan di gunakan dengan menggunakan alkohol dengan menggunakan alat penyemprot
berupa ekspayer dan melap inkubator dengan menggunakan tissue. Kemudian kentang
diangkat dan airnya di ambil dengan menggunakan saringan dan dimasukkan ke
dalam beker glass. Setelah airnya selesai disaring kemudian air kentang direbus
kembali kemudian masukkan agar-agar bubuk sebanyak 20 gram dan aduk hingga
rata, kemudian masukkan gula sebanyak 20 gram dan aduk kembali sampai mendidih, kemudian masukkan kembali ke dalam
beker glass untuk didinginkan. Setelah itu ambil botol fokta yang telah
dipanaskan dalam oven dan masukkan media PDA yang telah dibuat dan di saring ke dalam botol fokta 250 ml.
Setelah itu siapkan plastik dan gunting dengan ukuran sedang untuk menutup
botol fokta tersebut dan dililit dengan karet agar media PDA tetap steril (Setiawati,
N, 1999).
Pengamatan pada hari pertama cendawan
Trichoderma sp. Blm menunjukan bahwa Trichoderma sp. Mengalami pertumbuhan
karna belum beradaptasi dengan media tanam.
Trichoderma
sp. umumnya penghuni tanah, khususnya pada tanah organik. Cendawan ini dapat
hidup sebagai saprofitik atau parasitik terhadap cendawan lain, bersifat
antagonistik dan banyak digunakan sebagai pengendalian. Trichoderma sp. juga ditemukan pada permukaan akar bermacam-macam
tumbuhan, pada kulit kayu yang busuk, terutama kayu busuk yang terserang
cendawan dan pada sklerotia atau propagul lain dari cendawan lain. Cendawan Trichoderma sp. dapat hidup pada
beberapa macam kondisi lingkungan (Setiawati, N, 1999).
Pada pengamatan hari kedua cendawan
Trichoderma sp. Mulai muncul
tanda-tanda kontaminasi pada setiap cawan yang digunakan dalam melakukan
percobaan ini ditandai dengan cendawan lain yang berkembang.
Cendawan
Trichoderma sp. dapat hidup pada
beberapa macam kondisi lingkungan. Trichoderma
hamatum dan Trichoderma
pseudokoningii dapat berdaptasi pada kondisi kelembaban tanah yang sangat
tinggi. Trichoderma viride dan Trichoderma polysporum terbatas pada
daerah yang mempunyai suhu rendah. Trichorderma
harzianum sangat umum ditemukan di daerah yang beiklim panas, sedangkan Trichorderma hamatum dan Trichorderma koningii tersebar luas pada
kondisi iklim yang bermacam–macam. Kondisi kering dalam waktu yang lama
mengakibatkan populasi Trichorderma
sp. menurun (Setiawati, N, 1999).
Pada
pengamatan ketiga semua cawan telah terkontaminasi oleh jamur lain sehingga
menyebabkan pengamatan menjadi gagal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tentang
pengenalan Fitopatologi Tumbuhan dapat di tarik simpulan sebagai berikut:
1.
Ketidak
sterilan alat dan bahan dapat menyebabkan Pembuatan media PDA mengalami
kontaminasi.
2.
Pada media
PDA yang ditumbuhkan dengan cendawan Trichoderma
sp. menunujukan bahwa cendawan Trichoderma sp. terkontaminasi dengan
mikroorganisme lain yang tumbuh disekitar media PDA.
3.
Pengamatan
media PDA telah mengalami kontaminasi dari awal pengamatan hingga akhir
pengamatan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diajukan dalam pada
praktikum ini
yaitu semua asisten dosen dapat bersikap lebih tegas lagi di dalam laboratorium
agar semua praktikan tidak melakukan keributan didalam laboratorium dan dapat
melaksanakan praktikum dengan baik
DAFTAR
PUSTAKA
Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Riordi, 2009. Dasar dasar
Perlindungan Tanaman.
Tri ganda karya, Bandung.
Setiawati,
N, 1999. Indentifikasi Penyebab Penyakit Layu dan Antagonisme Trichoderma
sp. pada Tanaman Anthurium andreanum. Skripsi Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Sri
sukamto, 1994. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Raja Grafindo
Persaja. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar